SIMALAKAMA PEMBAJAKAN DI INDONESIA

Bagi kolektor kaset seumuran saya tentu masih ingat peristiwa sekitar tahun 1985-an saat Bob Geldof ngamuk berat terhadap Indonesia karena ketahuan mengedarkan kaset "bajakan resmi" album Live Aid sebanyak 1,5 juta copy sampai ke luar negeri. Tentu saja dia marah...lha wong dialah penggagas proyek Live Aid yang melibatkan puluhan musisi besar dunia ini, sedangkan hasil penjualan dari tiket konser serta album disumbangkan total untuk bencana kelaparan di Ethiopia. Saya pernah lihat foto si Bob ini di suatu majalah sedang mengacak-acak pita kaset hasil bajakan tersebut dengan muka murka.

Menurut Fakhri Zakaria (Rolling Stone) kondisi ini disebabkan keluarnya Indonesia dari Konvensi Berne pada tahun 1958 agar masyarakat Indonesia dapat menggunakan ciptaan dari negara-negara Barat tanpa harus membayar royalti.Sehingga sejak 1958 hingga tahun 1988 hampir semua album musik dari musisi internasional yang diedarkan di Indonesia adalah produk ilegal. Maka dengan adanya peristiwa yang memalukan bangsa Indonesia di dunia industri musik akhirnya pemerintah memberikan respon. Pemerintah melakukan perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta dengan UU Nomor 7 Tahun 1987. Keikutsertaan di Konvensi Berne kembali diratifikasi pada tahun 1997. Lalu di tahun 2002, keluar UU Nomor 19 Tahun 2002  tentang Hak Cipta.

                                   berbagai macam produk bajakan resmi saat itu (Adi.doc)

Sejak saat itulah semua produk kaset "bajakan resmi" seperti Rock Shot, Rock Line, Yess, Monalisa dll ditarik dari peredaran. Waktu itu mind set musik saya masih kebarat-baratan sehingga dengan adanya peristiwa itu saya jadi tidak bisa lagi koleksi kaset rock manca negara. Ternyata ada hikmah di balik itu, saya akhirnya mulai melirik kaset-kaset rock lokal. Masih melekat di ingatan saya, kaset rock Indonesia yang pertama kali saya beli adalah Rolland Band kemudian menyusul Bangkit Sanjaya album Daun-Daun Surga dan menyusul kaset-kaset lainnya. Kondisi ini berlangsung lumayan lama sekitar 2 tahun. Baru setelah UU Nomor 7 tahun 1987 disahkan kaset-kaset barat lisensi Indonesia sedikit demi sedikit mulai bermunculan. Rilisan resmi kaset band rock manca yang diproduksi pertama adalah Judas Priest album Ram It Down, dan tentu saja saya sikat (beli maksudnya) dari sebuah toko kaset di Solo.

Selesaikah permasalahan bajak membajak ini di Indonesia? sebuah pertanyaan yang mudah dijawab siapapun...hehe....  Dari masa ke masa pembajakan justru makin subur di Indonesia seiring dengan kejahatan-kejahatan lain seperti KKN, prostitusi, narkoba dll. Modusnya juga semakin canggih mengikuti perkembangan jaman. Apalagi pemerintah kita menganggap bahwa pembajakan bukanlah termasuk kejahatan luar biasa. Tidak sedikit pula upaya-upaya telah dilakukan baik oleh pelaku seni maupun aparat penegak hukum, misalnya dengan menurunkan harga jual rilisan fisik ataupun dengan menertibkan para pedagang barang bajakan secara sporadis.

                                   kaset band rock lokal yang pertama kali saya beli (Adi.doc)

Sebenarnya sudah banyak tulisan, artikel, ulasan baik di media maupun blog yang mengulas tentang pembajakan serta solusinya. Saya jadi pengen ikut-ikutan menulis perihal ini gara-gara menyaksikan berita di TV ketika sejumlah artis pop dipimpin Anang Hermansyah mendatangi Kabareskrim Polri untuk melaporkan soal pembajakan karya-karya mereka. Saya pikir tindakan mereka terlalu lebay dan sekedar show off saja. Seharusnya mereka melihat ke belakang, bukan pertama kali aksi ini dilakukan dan hasilnya selalu nihil!! Mereka seharusnya juga bisa belajar dari para musisi senior. Iwan Fals yang punya basis fans jutaan tidak pernah albumnya terjual sampai 1 juta copy, Slank pun sama, bahkan Rhoma Irama saya kira belum pernah merasakan albumnya terjual sampai 1 juta copy. Selain itu masih ada God Bless sebagai wakil dari era 70-an. Lantas bagaimana cara jutaan fans mereka bisa menikmati lagu2 yang mereka ciptakan?? ya tentu saja dari bajakan. Apakah mereka terus koar-koar di media soal pembajakan? sejauh yang saya tau mereka anteng2 saja. Saya pikir mereka sudah amat mengerti situasi industri musik di tanah air.

PERTANYAAN PERTAMA, kenapa bisa terjadi pembajakan? saya coba jawab menurut analisa pemikiran sederhana saya sebagai orang awam di bidang industri musik.
1) Saya mulai dulu dari kasus para musisi pop barusan. Kebanyakan mereka mempunyai attitude yang buruk yaitu hobby merilis singel dan cara mempromosikannya lewat acara-acara musik tak berkualitas di TV seperti Inbox/Dahsyat dan sejenisnya. Mereka ingin dikenal publik tapi hanya merilis singel, lantas bagaimana masyarakat bisa menikmati musik mereka? harus nunggu TV menayangkan dulu? harus nunggu di radio? Mau tidak mau mereka akan cari produk bajakan dimana singel-singel tersebut dikompilasikan oleh pembajak baik berupa cd ataupun mp3.
2) Biasanya album musik akan dibajak jika album tersebut susah didapat di pasaran. Pembajak pasti bisa melihat peluang tersebut dengan melihat makin banyaknya peminat album tersebut. Kebanyakan hal ini dialami oleh rilisan-rilisan lama dimana penikmat musik sendiri begitu kesulitan untuk memiliki dan menikmati album tersebut. Saya sendiri mengalaminya ketika ingin mengumpulkan reportoar-reportoar karya musik anak bangsa. Pertama kali yang saya lakukan ya download di internet untuk sekedar mengobati kerinduan akan musik rock masa lampau walau akhirnya tidak puas dan harus berburu rilisan aslinya.
3) Berkembangnya era digitalisasi di bidang musik sejak diciptakannya format mp3 oleh Napster. Masih ingat kan saat Lars Ulrich berjuang mati-matian sampai ke pengadilan melawan Napster? Saat itu Metallica menganggap mp3 bikinan Napster sebagai produk haram yang akan bisa menghancurkan dunia industri musik. Bukannya berhasil tapi justru tehnologi mp3 semakin berkembang ditunjang maraknya software converter gratisan serta murahnya harga CDR sebagai media digital. 
4) Perangkat hukum yang lemah sehingga akan terus memberikan ruang gerak yang luas bagi pembajak untuk meningkatkan aktivitasnya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya bahwa pembajakan bukan termasuk kategori kejahatan luar biasa sehingga tidak termasuk prioritas penanggulanangannya.
5) Pemerintah Indonesia belum bisa memanfaatkan dan mengembangkan industri musik tanah air sebagai sumber devisa dalam bentuk "industri kreatif" (kalo gak salah ini dulu sebagai bahan kampanye Pilpres ya?....edisi melawan lupa..hehe). Makanya Indonesia suka kebakaran jenggot ketika ada lagu asli buatan putra bangsa diakui oleh negara lain. Penghargaan musik-musik karya bangsa ini baru sebatas tingkatan komunitas saja.


          cd langka ini banderol tertinggi 1,5 juta, makanya sempat beredar bajakannya (Adi.doc)

PERTANYAAN KEDUA, apakah untung ruginya dengan adanya pembajakan karya musik?
Dari 200 juta lebih penduduk Indonesia, kemudian saya misalkan penikmat musik maksimal 40 juta saja dan itu tersebar di berbagai pelosok tanah air baik di perkotaan, pedesaan bahkan di pedalaman seperti saya. Berapa persenkah yang mempunyai akses luas ke tempat penjualan rilisan musik? Lantas berapa keping sih musisi Indonesia mampu mencetak hasil karya mereka? Saya catat hanya ada beberapa musisi yang mampu menjual karyanya diatas 1 juta copy yaitu Joshua Suherman, Padi, Sheila On 7, Jamrud dan Dewa 19. Itupun terjadi saat Indonesia masih booming dengan rilisan fisik baik kaset maupun cd. Bagaimana dengan kondisi saat ini? Saya yakin paling banyak musisi berani mencetak hasil karyanya tidak lebih dari 5000 keping saja!! Kalau ternyata di pasaran hasil karya mereka 80% saja sudah laku dan ternyata ada 1000 keping cd bajakan yang beredar di kalangan penggemar, apakah mereka harus marah dan masih merasa rugi? Andaikata mereka masih marah dan merasa rugi saya anggap mereka bodoh dan serakah. Justru mereka seharusnya merasa diuntungkan. Anggap saja itu sebagai sarana promosi gratis dengan beredarnya bajakan itu dan yang jelas target penjualan album mereka sudah mendekati target. Masuk akal tidak?...hehe.. Saya pernah berdiskusi dengan kawan saya dosen hukum yang sedang menempuh S3-nya di Belanda yaitu mas Manunggal. Kami sepakat bahwa album-album musisi lawas yang dibajak justru memberi keuntungan bagi musisi itu sendiri. Karya-karya mereka yang nota bene susah didapatkan dengan adanya hasil bajakan tersebut akan selalu bisa dinikmati penggemar terutama generasi sekarang dan tentu saja pamor musisi tersebut akan terus bersinar. Secara materiil musisi tersebut juga tidak dirugikan karena jaman dulu tidak kenal istilah royalti pada karya musisi, yang ada adalah jual putus antara musisi dan produser. Jadi mau dibajak atau dirilis ulang resmi, musisi tidak dapat profit dari itu. Yang untung ya tetep cukong.


                                      produk ini yang terakhir ramai dibicarakan (Adi.doc)

PERTANYAAN KETIGA, bagaimana solusi meminimalisir pembajakan karya?
1) Cara yang paling ampuh adalah bangun militansi yang kuat antara musisi dan penggemar. Militansi yang kuat ini lebih banyak dialami oleh musisi-musisi beraliran rock/metal. Tiap ada konser band rock/metal kesayangan maka berduyun-duyunlah para fans setia ini untuk datang menonton meski mereka harus bayar. Biasanya para fans ini akan bangga jika bisa memiliki CD album band kesukaan mereka beserta original merchandise. Kondisi seperti ini sangat jarang dialami oleh musisi-musisi pop dengan attitude buruk yang saya sebutkan sebelumnya.Jadi bagi musisi pop jangan cengeng dan lebay ahhh....
2) Strategi marketing untuk penjualan album jangan mengandalkan sistem konvensional lagi. Titip jual ke jaringan mart seluruh Indonesia atau menjual lagu via iTunes merupakan salah satu strategi cerdas. Saya kurang setuju jika jualan CD dengan pura-pura sebagai bonus pembelian produk ayam goreng. Meskipun bisa mendongkrak angka penjualan tetapi terkesan dipaksakan. Belum tentu masyarakat menyukai album tersebut, bisa saja setelah dapat cd tersebut kemudian disimpan saja di rumah (seperti saya).
3) Lagi-lagi soal penegakan hukum....tapi malas ah saya ngomongin soal hukum.... hehe

Cukup ahh...review saya kali ini, KESIMPULANNYA adalah....
1) Sebagai musisi jangan cari duit dari hasil karya, tetapi musisi harus tidak boleh bosan berkarya. Karya itu sebagai wujud eksistensi sebagai musisi dan sarana mendekatkan diri dengan penggemar. Masih banyak jalan untuk mencari duit selain dari penjualan hasil karya, misalnya bikin saja video klip keren kemudian unggah di youtube supaya bisa ditonton jutaan orang. Selanjutnya sering mengadakan konser supaya terus eksis.
2) Industri musik Indonesia sebenarnya sudah tidak ada, jadi akhirnya pembajakan dijadikan industri alternatif bagi sebagian oknum untuk memanfaatkan situasi ini.
3) Apapun istilahnya PEMBAJAKAN=MALING dan itu melanggar hukum tapi apabila terlalu berat dipikirkan maka musisi malah tidak mau berkarya.....Pusing kpala Barbie !!!!

I LOVE THE MUSIC OF MY COUNTRY.......

Posting Komentar

3 Komentar

  1. Menarik. Kalau menurut hemat saya, masalah pembajakan ini berpangkal dari kesadaran dan kecerdasan masayarakat pencinta musik di Indonesia yang rata-rata tergolong masih sangat rendah. Beruntung untuk "pelaku musik" yang coba-coba ikutan nimbrung merilis single kontrolan produser yang ngga resah (yah... ngga perlu jualan CD atau tape atau repot gelar pertunjukan karena sudah ditangani RBT yang kadang masih digandrungi oleh sebagian masyarakat yang juga ngga tahu kenapa mereka rela beli RBT ketimbang beli CD atau tape yang isi lagunya lebih komplit, bisa dipegang, plus disertai lirik lengkap, gambar-gambar menawan dan pernak-pernik lainnya, ironis memang).

    Yang lebih fenomenal di Indonesia adalah (kalau saya hitung sembarangan aja, ngga pake statistik) perilaku penikmat musik yang lebih seperti pepatah usang "anget-anget tahi ayam", artinya mereka sebenarnya suka musik, namun mereka salah kaprah untuk menilai dan meng-conduct bagaimana cara memperlakukan musik yang dinikmatinya, lalu berakhir dengan kata-kata seperti komentar MedSos fans-fans kapiran ajang pencarian bakat "Aku suka karena suaranya bagus..." atau "Ah, si X cantik banget, dia harus menang" dan lain-lain...dan lain-lain. Dari situ bisa kita tarik kesimpulan bodoh nan pendek yang berbunyi "Ternyata penikmat musik Indonesia lebih suka yang instan, murah dan sambil lalu. Yah, mungkin itu sebabnya iklan acara ajang pencarian bakat itu selalu saja yang instan-instan". Yak, kasarnya lebih terdengar seperti Poser.

    Lalu dari dua faktor itu, yaitu kesadaran dan kecerdasan tadi dengan mudah bisa kita tarik kesimpulan bodoh lagi bahwa sebenarnya mungkin masyarakat Indonesia rata-rata tidak peduli dengan musiknya, musisinya (yang mencari nafkah dari bidang musik tentunya) dan budayanya sendiri. Kenapa?. Jawabnya dibawah aja pakai perbandingan biar panjang kayak skripsi. 8)))

    Jika bisa dibandingkan dengan negara lain dan itu ngga usah USA (jangan dibalik lho ya...), kita bisa lihat animo penggemar musik di Jepang saja. Setahu saya, Jepang membuat dunia terpaku karena besarnya apresiasi penikmat musik di negara itu. Gimana ngga heran, ini ada beberapa poin yang mencengangkan, yaitu :

    1. Harga pajak CD termahal itu di Jepang. Pajak CD musik sekitar USD 30 (sekitar IDR 400,000) dan itu ngga berubah selama 1 dekade terakhir. Jadi, uang bukanlah masalah buat penggemar musik Jepang.

    2. Hampir semua penggemar musik di Jepang sangat loyal pada artis pujaannya. Jadi, apapun rilisan bentuk CD atau tape, entah itu E.P, L.P, Vinyl dan lain lain, mereka tetap beli dan alasannya tentulah untuk koleksi. Jadi mereka udah kayak kolektor.

    3. Orang Jepang males banget melakukan unduhan ilegal (ngga kenal Napster, ngga kenal torrent gitulah) karena emang sejak tahun 2012 silam sudah ada hukuman penjara bagi pengunduh musik ilegal. Jadi, mereka sadar hukum juga.

    4. Kalo ngerilis bentuk digital pasti sangat terbatas karena mungkin (konspirasi teori aja nih) kebanyakan record label Jepang lebih suka merilis fisik karena poin nomer 2 diatas. Jadi, pihak industri juga tahu kebutuhan masyarakat.

    5. Terakhir, kalo mungkin pernah lihat dokumenter "Global Metal" pas bagian Jepang, disitu keliatan bagaimana perilaku, kesadaran dan kecerdasan pencinta musik Jepang secara rata-rata. Lihat aja sendiri deh.

    Segitu aja dulu. Terima kasih kalau sudi dibaca. Salam.

    BalasHapus
  2. menarik...di tunggu tulisan berikutnya mas..

    BalasHapus
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)